Sabtu, 21 April 2018

Makalah Tentang Iman: Pengertian, Karakteristik, Tingkatan Dan Cabang Iman

 iman
BAB II
IMAN

A. PENGERTIAN IMAN

Berbicara tentang iman, tentu berbicara tentang keyakinan. Maka secara mutlak orientasi pembahasan dititik beratkan pada jiwa seseorang atau lazimnya di sebut “qalbu”. Hati merupakan pusat dari satu keyakinan, kita semua sepakat bahwa dalam diri manusia terdapat dua unsur pokok kejadian, terbentuknya jazad dan rohani, apabila keduanya pincang atau salah satu di antaranya kurang, maka secara mutlak tidak mungkin terbentuk makhluk yang bernama manusia.
Iman menurut bahasa adalah membenarkan dengan hati atau percaya, sedangkan menurut syara’ iman itu bukanlah suatu angan-angan akan tetapi apa yang telah mantap dalam hati dan dibuktikan lewat amal perbuatan. Hal ini tercermin dalam salah satu hadis Nabi yang berikut ini:
Terjemahnya:

“Iman itu bukanlah dengan angan-angan tetapi apa yang telah mentap di dalam hatimu dan dibuktikan kebenarannya dengan amal”.
Dalam Ensiklopedia Nasional Indonesia dikatakan bahwa:
“Iman secara bahasa berasal dari kata anamah yang berarti menganugrahkan rasa aman dan ketentraman, dan yang kedua masuk ke dalam suasana aman dan tentram, pengertian pertama ditunjukkan kepada Tuhan, karena itu salah satu sifat Tuhan yakni, al-Makmun, yaitu Maha Memberi keamanan dan ketentraman kepada manusia melalui agama yang diturunkan lewat Nabi. pengertian kedua dikaitkan dengan manusia. Seorang mukmin (orang yang beriman) adalah mereka memasuki dalam suasana aman dan tentram menerima prinsip yang telah ditetapkan Tuhan”.


Sedangkan menurut Istilah, Ali Mustafa al-Ghuraby menyatakan:

“Sesungguhnya Iman itu adalah ma’rifah dan pengakuan kepada Allah swt Dan Rasul-Rasul-Nya (atas mereka keselematan)”.
Dan menurut Jumhur Ulama yang dikemukakan oleh al-Kalabadzy:
”Iman itu adalah perkataan, perbuatan dan niat, dan arti niat adalah pembenaran”.
Dari definisi bahasa dan istilah diatas. Maka dipahami bahwa para pakar sepakat bahwa iman adalah pembenaran dengan hati. Adapaun mengenai ucapan dan pengamalan anggota badan, maka sebagian ulama memasukkannya sebagian dari pada iman sedang lainnya menempatkan sebagai kelengkapan saja.

B. KARAKTERISTIK IMAN
Adapun karakteristik iman sebagai berikut.
1. Mereka menjadikan Allah dan Rasul-Nya lebih mereka cintai daripada anak,isteri,harta benda dan segalanya.
“Katakanlah: “jika bapa-bapa , anak-anak , saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan Nya”. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.”(QS.9:24)
2. Orang yang beriman tidak akan izin untuk tidak ikut berjihad.
Orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, tidak akan meminta izin kepadamu untuk tidak ikut berjihad dengan harta dan diri mereka. Dan Allah mengetahui orang-orang yang bertakwa.Sesungguhnya yang akan meminta izin kepadamu, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan hati mereka ragu-ragu, karena itu mereka selalu bimbang dalam keraguannya. (QS.9:44-45)
3. Mereka selalu mendengar dan taat jika Allah dan rasul-Nya memanggil mereka untuk melaksanakan suatu perbuatan.
“Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan. “Kami mendengar, dan kami patuh”. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.”(QS.24:51)
4. Mereka menjadikan Rasul sebagai hakim dlm setiap persoalan/permasalahannya.
“Maka demi Rabbmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.”(QS.4:65)
5. Mereka memiliki iman yg mantap, tidak dicampuri dgn keragu-raguan sedikitpun dan keimanannya dibuktikan dengan berjihad di jalan Allah dgn harta & jiwanya.
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang yakin(beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar. (QS.49:15)
6. Mereka taat kepada Allah,rasul-Nya, dan ulil amri serta mengembalikan seluruh persoalan yg mereka perselisihkan kepada Al-Qur’an dan Sunnah rasulullah.
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya,dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah(Al-Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama(bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS.4;59)
7. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah kepada mereka maka hatinya bergetar, imannya bertambah, tetap menjalankan shalat,berzakat.
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Allah lah mereka bertawakkal.(yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka.Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Rabbnya dan ampunan serta rezki(nikmat) yang mulia. (QS.8:2-4)
8. Cinta kepada Allah, bersikap lemah lembut terhadap sesama muslim dan tegas kepada kaum kafir.
“Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui. “(QS.5:54)
9. Mereka tidak mempunyai pilihan lain terhadap apa yang telah ditetapkan oleh Allah dan rasul-Nya, kecuali hanya taat,tunduk dan berserah diri kepada-Nya
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata. “(QS.33:36)

C. TINGKATAN IMAN
1. Iman yang terbit daripada “Taklid”
Hasil daripada mengikut fahaman orang lain,contohnya mengikut apa yang dikatakan dan diajarkan oleh para Guru. Iman ini sangat lemah kerana tiada bukti dan hujah dapat dikemukakan oleh seseorang itu apabila timbul keraguan.Hanya berpandukan penerangan sesorang itu sahaja.
2. Iman yang tebit daripada “Ilmu”.
Hasil daripada pembelajaran mengenai dalil-dalil dan hujah-hujah yang berpandukan Al-Quran,hadis dan para Ulama. Sesiapa yang telah mencapai tingkatan iman ini,mereka akan berasa yakin dan mampu untuk menerangkan dan menghayati hakikat iman itu sendiri.
3. Iman yang terbit daripada “Ayan”(ainun-mata).
Hasil daripada “muraqabatullah” iaitu rasa sentiasa diperhatikan oleh Allah dalam apa jua keadaan sekalipun. Tingkatan ini dikurniakan oleh Allah kepada insan yang terpilih sahaja
4. Iman yang terbit daripada “Hak”.
Hasil daripada “musyahadatullah” iaitu dapat melihat Allah dengan mata hati. Juga dikurniakan kepada insane terpilih sahaja
5. Iman yang terbit daripada “Hakikat”.
Hasil daripada “fana’unfillah” iaitu tiada melihat selain dari Allah SWT. Para Wali Allah hanya dapat mencapai sehingga ke tingkatan iman ini. Dimana mereka menjadi fana’ kepada Allah dan tidak dapat menyedari dan mengawalnya.
6. Iman yang terbit daripada “Hakikatul hakikat”.
Juga hasil daripada “fana’unfillah” tetapi tingkatan ini hanya dikurniakan oleh Allah kepada para Anbia sahaja. Dimana para nabi dan Rasul fana’ kepada Allah dengan dapat melihat zat Allah itu tetapi masih mampu untuk mengawalnya dan hidup seperti manusia biasa. Seperti Rasulullah dapat melihat syurga dan neraka ketika Isra’ dan Mi’raj, tetapi masih turun kebumi dan dapat hidup seperti manusia biasa.

D. CABANG-CABANG IMAN
Dari Abu Hurairah ra, dari Rasulullah SAW beliau bersabda, “Iman itu memiliki tujuh puluh sekian cabang. Dan rasa malu merupakan salah satu cabang dari keimanan.” Dalam riwayat lain, dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Iman itu tujuh puluh sekian cabang, atau enam puluh sekian cabang. Yang paling tinggi adalah ucapan La Ilaha Ilallah, dan yang paling rendah adalah menyingkirkan duri dari jalanan, sedangkan rasa malu adalah salah satu cabang dari keimanan.” Dan dari Imran bin Hushain, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Rasa malu itu tidak datang melainkan (dengan) kebaikan.” (HR. Muslim)

Terdapat beberapa hikmah yang dapat dipetik dari hadits-hadits di atas, diantaranya adalah sebagai berikut
1. Iman memiliki cabang-cabang dan tingkatan-tingkatan. Dalam hadits riwayat lainnya dikatakan bahwa iman memiliki 73 cabang. Dan salah satu cabang Iman adalah al-haya’ (rasa malu). Rasa malu adalah malu untuk melakukan sesuatu yang bertentangan dengan nilai-nilai dan ajaran Islam, bukan malu dalam pengertian malu berdiri di depan umum, malu ketika dihadapan banyak orang, dsb. Namun malu adalah keinginan yang kuat untuk melakukan kebaikan, serta tidak suka apabila ia melakukan perbuatan yang tercela. Diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW jika beliau melihat sesuatu yang tidak disenangi, maka kita dapat melihat itu nampak di wajahnya.” (Muttafaqun Alaih)
2. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa keimanan itu diimplementasikan dalam bentuk amaliyah (amalan), yang bersumber dari keyakinan kepada Allah SWT. Iman bukan sekedar keyakinan yang ada dalam diri seseorang. Karena syaitan dan iblis sangat yakin dengan keberadaan Allah SWT. Namun mereka tidak beramal untuk mengimplementasikan keimanannnya, sebaliknya mereka beramal untuk mendapatkan kemurkaan Allah SWT. Dan rasa malu merupakan implementasi dari keimanan dan keyakinan seorang hamba kepada Allah SWT.
3. Malu itu ada yang positif dan ada pula malu yang negatif. Malu melakukan suatu kemungkaran dan perbuatan maksiat atau larangan agama merupakan sikap malu yang terpuji dan sangat baik. Akan tetapi malu dalam menjalankan ketaatan kepada Allah, misalnya malu melaksanakan shalat fardhu berjamaah di masjid, kerana khawatir dikatakan sok suci atau sok alim, malu kalau membaca Al-Qur’an, malu kalau menolak berjabatan tangan dengan lawan jenis, malu jika tidak menerima risywah, dsb, semuanya itu adalah sifat malu yang tercela dan tidak ada kebaikannya sama sekali. Justru rasa malu melakukan hal-hal yang mungkar, merupakan malu yang terlahir dari keimanan kepada Allah SWT.
4. Tingkatan iman yang tertinggi adalah ucapan “La Ilaha Illallah” serta tingkatan iman yang paling rendah adalah menyingkirkan duri dari jalanan. Oleh karenanya, janganlah kita menganggap remeh suatu perbuatan baikpun, meskipun hanya menyingkirkan duri dari jalanan. Menyingkirkan duri dari jalanan tidak hanya berarti duri yang ada di jalanan. Namun bisa juga berarti memudahkan jalan, urusan dan pekerjaan orang lain, serta termasuk juga di dalamnya memudahkan urusan para nasabah yang membutuhkan uluran tangan kita semua.
5. Sikap malu merupakan sikap yang sangat baik dan perlu dipelihara, baik dalam skala individu, keluarga, sosial, bahkan dalam skala Negara. Karena rasa malu tidak akan datang, kecuali akan mendatangkan kebaikan. Sementara apabila rasa malu telah hilang, akan mendatangkan keburukan. Diantara bentuk dari sikap malu adalah seperti senantiasa jujur, amanah, tulus dan ikhlas, senang membantu orang, disiplin, rajin dan taat beribadah, tidak membicarakan keburukan orang lain, sabar, makan dan minum dengan tangan kanan dan tidak berdiri, menghindari tempat-tempat maksiat, dan senantiasa pasrah kepada Allah SWT.


BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN


Definisi Iman berdasarkan hadist merupakan tambatan hati yang diucapkan dan dilakukan merupakan satu kesatuan. Iman memiliki prinsip dasar segala isi hati, ucapan dan perbuatan sama dalam satu keyakinan, maka orang – orang beriman adalah mereka yang di dalam hatinya, disetiap ucapannya dan segala tindakanya sama, maka orang beriman dapat juga disebut dengan orang yang jujur atau orang yang memiliki prinsip. atau juga pandangan dan sikap hidup.


Berbicara tentang iman, tentu berbicara tentang keyakinan. Maka secara mutlak orientasi pembahasan dititik beratkan pada jiwa seseorang atau lazimnya di sebut “qalbu”. Hati merupakan pusat dari satu keyakinan, kita semua sepakat bahwa dalam diri manusia terdapat dua unsur pokok kejadian, terbentuknya jazad dan rohani, apabila keduanya pincang atau salah satu di antaranya kurang, maka secara mutlak tidak mungkin terbentuk makhluk yang bernama manusia.
NEXT ARTICLE Next Post
PREVIOUS ARTICLE Previous Post
NEXT ARTICLE Next Post
PREVIOUS ARTICLE Previous Post
 
banner